Popular Posts

Kamis, 20 Januari 2011

IPS

Sektor Informal
Sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered)
Karakteristik Sektor Informal :
 Jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil
 Kepemilikan oleh individu atau keluarga
 Teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja
 Tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah
 Akses ke lembaga keuangan rendah
 Produktivitas tenaga kerja yang rendah
 Tingkat upah yang juga relatif rendah
 Input yang sangat mengandalkan sumber daya lokal
 Labour-intensive dan menggunakan teknologi adaptasi
 Keterampilan tidak didapat dari pendidikan formal
 Beroperasi di luar jaringan administrasi formal
 Kebutuhan capital yang relatif kecil
Masalah-masalah sektor informal :
 Sisi penawaran/sektoral
 Sisi permintaan/penggunan.
Dampak Positif dan Negatif Sektor Informal
Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang berkembang (NSB) termasuk Indonesia. Selain kenyataan bahwa sektor informal bisa menjadi penyelamat dan mendorong pertumbuhan ekonomi perkotaan, sektor informal juga menjadi salah satu penyebab persoalan penataan ruang dan ekonomi perkotaan.
Adanya sektor informal di perkotaan secara umum sebenarnya juga menunjukkan adanya ketidak efisienan ekonomi perkotaan. Banyaknya sektor informal dalam bentuk penyedia barang, yang dilakukan dengan cara membuka lapak ataupun menjaja dalam kereta dorong, seringkali menjadikan kesemrawutan pada ruang-ruang kota. Jika mereka ini menjajakan secara sembarangan dipinggir jalan, maka yang terjadi adalah kemacetan. Pedangang Kaki Lima sebagai salah satu bentuk aktifitas sektor informal ini juga seringkali mengganggu pejalan kaki karena menutupi jalan yang seharusnya dipakai oleh pejalan kaki. Sektor informal, selain mempunyai dampak yang positif juga membawa dampak yang negative. Memformalkan sector informal sangat sulit, karena pelaku sektor informal ini sebagian besar adalah orang-orang yang kurang tinggi pendidikannya dan jumlahnya sangat besar dan terus bertambah.
Membiarkan saja sektor informal juga bukan suatu keputusan yang baik, karena sektor ini juga bisa sangat tidak efisien dan bisa membahayakan keamanan lingkungan. Oleh karenanya diperlukan usaha untuk mengatasi dampak negative dan memperbesar dampak positif.
Salah satu yang dapat dilaksanakan adalah dengan mengorganisasikan sector informal tanpa harus membuat langsung menjadi formal. Mengorganisasikan sektor informal ini di beberapa kota sudah menunjukkan hasil yang sangat positif. Menata ruang kota untuk sektor informal sangat penting, namun penataan ini harus pula diikuti dengan pengorganisasian pelaku sektor tersebut untuk kemudian ditempatkan kedalam ruang ruang yang disediakan. Dengan cara seperti ini mereka akan mampu menjaga supaya pelaku baru yang tidak tercatat dan tidak terorganisasi akan masuk dan menambah kepadatan pada ruang yang disediakan.
Namun demikian yang juga sangat penting selain dari menata ruang dan mengorganisasikan pelaku sektor informal adalah menyediakan lapangan pekerjaan di sektor formal. Sektor informal ini akan terus ada dan terus bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja. Dan jika ini terus terjadi, maka seberapapun besarnya ruang kota yang disediakan untuk pelaku sektor informal ini tidak akan pernah cukup. Oleh karenanya diperlukan perencanan fisik dan non fisik secara terintegrasi.
Peran Sektor Informal Di Indonesia
Di NSB, sekitar 30-70 % populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sector informal. Kebanyakan pekerja di sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau daerah lain. Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival). Mereka harus tinggal di pemukiman kumuh, dimana pelayanan publik seperti listrik, air bersih, transportasi, kesehatan, dan pendidikan yang sangat minim.
Di negara-negara Afrika, sektor informal diperkirakan menyediakan lapangan kerja sekitar 60% dari lapangan kerja yang tersedia dan lebih dari 90 persen pada tahun 2000 (Charmes, 2000). Sebagian besar merupakan home working dan PKL (ILO, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa peran sektor informal masih sangat besar dalam menggerakan perekonomian kota. Peran sektor informal kota sangat strategis sebagai katup pengaman pengangguran. Di berbagai kota besar, ketika situasi krisis melanda Indonesia dan pengangguran terjadi di mana-mana, maka peluang satu-satunya yang dapat menyelamatkan kelangsungan hidup jutaan korban PHK dan pengangguran dari desa adalah sektor informal. Di Jakarta, misalnya, sektor informal yang ada menurut survei BPS DKI Jakarta ternyata mampu menyerap 193 ribu tenaga kerja (Koran Tempo, 13/2 dalam Suyanto, 2006). Sektor informal di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja.
Sektor informal memberikan kemungkinan kepada tenaga kerja yang berlebih di pedesaan untuk migrasi dari kemiskinan dan pengangguran. Sektor informal sangat berkaitan dengan sektor formal di perkotaan. Sektor formal tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor formal. Sebaliknya, sektor informal tergantung dari pertumbuhan di sektor formal. Sektor informal kadang-kadang justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di sektor formal. Menurut laporan yang disusun oleh World Bank pada tahun 1993, sektor formal terhitung kurang dari 32% dari populasi tenaga kerja2. Sementara 68% bekerja di sektor informal
Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan, sektor informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam pengembangan sumber daya manusia. Sektor informal memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil dan tidak terampil. Sektor informal biasanya menggunakan teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya local sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya. Sektor informal juga sering terkait dengan pengolahan limbah atau sampah. Sektor informal dapat memperbaiki distribusi hasil-hasil pembangunan kepada penduduk miskin yang biasanya terkait dengan sektor informal.
Sektor informal bukan merupakan fokus utama kebijakan atau perhatian pemerintah. Pemerintah bahkan tidak memiliki definisi umum mengenai perusahaan mengenai perusahaan sektor informal. Beberapa instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Industri dan Perdagangan, hanya memberikan definisi tentang skala usaha yang secara garis besar dibagi tiga klasifikasi yaitu usaha kecil, menengeah, dan besar.
Demikian pula halnya dengan penanganan secara statistik terhadap sektor informasi. Kegiatan pencatatan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh sektor informal yang menyeluruh dan berkelanjutan, seperti halnya dengan kegiatan pencatatan pada sektor formal, juga belum banyak dilakukan dan mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. BPS mendefinisikan perusahaan sektor informal sebagai perusahaan tidak berbadan hukum. Disamping itu kegiatan pembinaan sektor informal juga tidak memiliki kejelasan, sehingga menyebabkan instansi pemeritah satu dengan yang lainnya tidak memiliki tanggung jawab yang terpadu untuk mempromosikan atau mengatur sektor informal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar